Kasus Korupsi Bank NTT Terbongkar, Mantan Dirut dan Empat Pengusaha jadi Tersangka

Mantan Dirut Bank NTT Hari Alexander Riwu Kaho

Jakarta, Pena Medan -

Kejaksaan Tinggi NTT menetapkan mantan Dirut Bank NTT, Hari Alexander Riwu Kaho (HARK) tersangka korupsi investasi Medium Term Note (MTN). HARK diduga kuat terlibat dalam skandal mega Korupsi transaksi pembelian produk MTN PT SNP sebesar Rp 50 miliar pada Maret 2018 silam.

Sebelum HARK, penyidik lebih awal menetapkan 4 orang tersangka lain, di antaranya, LD, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) PT SNP, DS, mantan karyawan PT MNC Sekuritas sekaligus Direktur Investment Banking 2014–2019, AI, mantan pegawai MNC Sekuritas/Pjs Direktur Capital Market, dan AE, mantan Kepala Divisi Fixed Income MNC Sekuritas.

Keempat tersangka diinformasikan lebih awal berhasil diringkus oleh tim Kejati NTT di Provinsi Jambi. Sementara satu tersangka berinisial BRS kini masih berstatus DPO.

Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Roch Adi Wibowo mengatakan dalam proses pembelian, mantan dirut ini menyampingkan proses uji tuntas (due diligence) dan tidak juga menerapkan prinsip menajemen resiko sebagaimana diwajibkan dalam SOP Bank NTT.

"Sebelum penetapan tersangka, penyidik memeriksa 70 saksi," ujarnya.

Adi Wibowo menjelaskan, kasus korupsi MTN bermula ketika mantan Dirut Bank NTT menandatangani surat pernyataan minat pemesanan pembelian MTN senilai Rp 50 miliar dengan kupon bunga sebesar 10,5 persen.

Dari dokumen perjanjian antar kedua belah pihak kemudian ditindaklanjuti oleh PT MNC Sekuritas menerbitkan Trade Confirmation pada 14 Maret 2018, dan diikuti pada 22 Maret 2018, Bank NTT mentransfer dana sebesar Rp. 50 miliar ke rekening PT MNC Sekuritas.

"Tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 Tahun Penjara," ungkap Adi Wibowo.

Laporan BPK dan Fee Ilegal

Kajati menyebutkan sesuai laporan hasil investigasi pemeriksaan BPK RI pada 27 Oktober 2025 menyimpulkan bahwa investasi MTN saat itu mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya sebanyak Rp 50 miliar atau total loss.

Sedangkan, sesuai investigasi tim Kejati NTT, menemukan kelalaian dalam proses investasi termasuk aliran fee ilegal yang diterima beberapa pihak. "Fee tersebut dicairkan melalui rekening PT Tunas Tri Artha yang seolah-olah bertindak sebagai selling agent.

"Ada rincian fee ilegal, AI menerima Rp1 miliar, AE menerima Rp2.832.500.000, BRS (buron/DPO) menerima Rp1.225.000.000. Sementara PT SNP sendiri diduga memperoleh keuntungan sebesar Rp44,08 miliar dari transaksi MTN," tutupnya.




Sumber: Liputan6 


Baca Juga Brow
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan



Iklan



نموذج الاتصال