PN Medan Jatuhkan Hukuman 18 Bulan Penjara kepada Oknum Notaris Atas Kasus Pemalsuan. (Foto: Antara)
Medan, Pena Medan -
Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara kepada terdakwa Adi Pinem (60), oknum notaris karena terbukti bersalah melakukan pemalsuan akta otentik.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Adi Pinem oleh karenanya dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan," ujar Hakim Ketua Jon Sarman Saragih di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (11/6) mengutip Antara.
Hakim menyatakan perbuatan terdakwa merupakan warga Jalan Kolonel Sugiono, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan itu terbukti melanggar Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Hal memberatkan perbuatan terdakwa telah merugikan korban Hendi Lukman selaku Direktur Utama PT Permata Kharisma Indah. Sedangkan hal meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan," kata Hakim Jon Sarman.
Setelah membacakan putusan, Hakim Ketua Jon Sarman Saragih memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa Adi Pinem dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut untuk menyatakan sikap atas vonis tersebut.
“Kepada terdakwa dan penuntut umum diberikan waktu tujuh untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini,” jelas Hakim Jon Sarman.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU Randi Tambunan yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun.
JPU Randi dalam surat dakwaan menyebutkan bahwa terdakwa Adi Pinem bersama-sama dengan Lie Yung Ai (berkas terpisah) dan Karim Tano Tjandra (DPO) melakukan pemalsuan dua akta penting pada tahun 2020.
Pemalsuan dilakukan di Kantor Notaris Adi Pinem, Jalan Kolonel Sugiono Nomor 10-B, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, dengan membuat akta bertanggal mundur, yaitu Akta Nomor 57 tanggal 29 Oktober 2001 dan Akta Nomor 58 tanggal 29 November 2001, untuk memberikan legalitas palsu terhadap kepemilikan dan susunan pengurus PT PERKHARIN.
“Proses ini bermula dari pertemuan antara Karim dan saksi Sonny Wicaksono (telah divonis dalam putusan berkekuatan hukum tetap), yang membahas sengketa saham PT. First Mujur Plantation & Industry,” ujar dia.
Karim kemudian meminta terdakwa Adi Pinem membuat akta dengan mencantumkan data fiktif dan tanggal yang dimundurkan, meski akta-akta tersebut tidak memiliki dasar dokumen sah atas kepemilikan saham oleh Karim.
Adi Pinem juga melibatkan stafnya dalam proses pengetikan serta mengatur penghadap palsu dalam dokumen, yang sebenarnya merupakan karyawan Karim. Pertemuan untuk membahas isi akta juga dilakukan di kantor PT. Gunung Bangau, Medan.
Sebagai imbalan atas perbuatannya, Adi Pinem menerima pembayaran jasa sebesar Rp10 juta dari Lie Yung Ai, staf PT. Gunung Bangau, setelah akta-akta tersebut diserahkan kepada yang bersangkutan.
Akta-akta palsu ini kemudian digunakan oleh Sonny Wicaksono dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor: 16/Pdt.G/2022/PN.Mdn, yang menyatakan dirinya sebagai Direktur PT. PERKHARIN.
Namun posisi tersebut secara sah dipegang oleh Hendi Lukman berdasarkan Akta Pendirian Nomor 16 Tahun 2000 yang disahkan Menteri Kehakiman dan HAM RI.
Hendi Lukman selaku saksi korban tidak pernah memberikan kuasa kepada Sonny maupun kuasa hukumnya untuk mengajukan gugatan tersebut.
“Dua akta buatan terdakwa Adi Pinem tidak pernah terdaftar dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham, dan bertentangan dengan data resmi yang tercatat dalam sistem tersebut. Hal ini diperkuat oleh keterangan ahli dari Kemenkumham RI, Rahayu Lestari Sukesih,” ungkapnya.
Akibat perbuatan para terdakwa, saksi korban Hendi Lukman selaku Direktur Utama PT. Permata Kharisma Indah mengalami kerugian materiil berupa biaya operasional dalam proses hukum atas gugatan Perkara Nomor: 16/Pdt.G/2022/PN.Mdn tertanggal 7 Januari 2022.
"Perbuatan terdakwa juga menimbulkan ketidaknyamanan kepada saksi korban Hendi Lukman karena adanya potensi tuntutan hukum dari pihak yang membeli saham milik PT Permata Kharisma Indah di PT Barumun Agro Sentosa,” jelasnya.***